Kurikulum 2013:
Beban Berat Ditanggung Guru
OPINI | 04 April 2013 |
Sekilas kita tengok pengembangan draft
kurikulum 2013 milik kemendikbud, dimana draft tersebut menjelaskan
adanya pengurangan mata pelajaran bagi semua tingkat pendidikan. Hal ini
bertujuan untuk meringankan beban siswa ketika membawa buku ke sekolah.
Sering kita lihat jika menggunakan KTSP maka siswa SD berangkat ke
sekolah pun membawa tas yang penuh dengan buku. Hal ini dipandang tidak
manusiawi karena memperlakukan anak usia dini yang seharusnya masih
asyik bermain, justru diberikaan beban yang teramat berat. Selain itu,
jika kita bercermin pada negara-negara maju, misalnya jepang, muatan
pelajaran dalam kurikulum pendidikannya jauh lebih sedikit daripada
Indonesia. Sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan kurikulum
pendidikan yang ada. Memang hal ini tidak dapat kita ingkari
kebenarannya. Akan tetapi, kurikulum 2013 ini sebenarnya tidak
menghilangkan sebagian pelajaran yang ada. Kurikulum ini
mengintegrasikan beberapa mata pelajaran ke dalam mata pelajaran
tertentu. Selain itu jam belajar pun bertambah. Bisa jadi anak SD akan
semakin sore pulang ke rumah karena beberapa mata pelajaran hilang namun
jam belajar bertambah.
Potret yang digunakan dalam perubahan kurikulum ini
pun tidak representatif. Kemendikbud cenderung hanya memotret fenomena
yang terjadi di kota-kota besar atau di sekolah-sekolah favorit. Coba
kalau kita melihat ke pelosok negeri atau pedesaan. Mana ada fenomena
seperti yang dijadikan alasan oleh kemendikbud untuk merubah kurikulum
pendidikan. Siswa SD di pedesaan atau pelosok negeri buat beli buku saja
banyak yang tidak mampu. Kondisi sekolah masih jauh dari kata layak.
Kesejahteraan guru masih jauh dan sangat pantas menyandang pahlawan
tanpa tanda jasa. Pasalanya masih banyak guru honorer yang dengan ikhlas
mendapatkan gaji Rp. 150.000 per bulannya. Bagaiman dia bisa menghidupi
keluarganya jika gajinya tidak mencukupi. Apa yang dilihat dikota-kota
besar sama sekali tidak mewakili gambaran pendidikan di Indonesia saat
ini. Pendidikan di Indonesia saat ini butuh pemerataan guru dan
fasilitas sekolah sebelum adanya kurikulum 2013 ini. Kurikulum 2013
hanya akan menyisakan dokumen usang ditahun yang akan datang jika
memaksa untuk diterapkan saat ini. Pelaku atau pelaksana kurikulum yaitu
guru di Indonesia masih belum siap menerima kurikulum 2013. M. Nuh
boleh saja mengatakan kurikulum 2013 ini lebih memanjakan guru karena
silabus telah disiapkan dan kurikulum 2013 tidak butuh laboratorium
mewah. Akan tetapi, mampukah guru membawakan kurikulum 2013 ini?
Beban berat bagi guru
Guru sebagai pelaksana kurikulum tentu sangat
menentukan keberhasilan kurikulum tersebut. Guru dalam pandangan
kemendikbud sendiri dituntut untuk menguasai empat kompetensi guru
sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
bab IV pasal 10 menyebutkan bahwa seorang guru harus menguasai
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan
kompetansi sosial. Untuk mengetahui pencapaian kompetansi ini,
pemerintah mengadakan ujian sertifikasi dan guru di Indonesia yang sudah
sertifikasi baru setengah dari jumlah keseluruhan. Hal ini jika kita
pandang secara normatif, guru yang sudah sertifikasi pasti profesional.
Akan tetapi, fenomena yang terjadi atau realitasnya tidak sama dengan
yang yang diharapkan. Dalam artian terjadi kesenjangan antara dassein dan dassolennya. Kondisi guru paska sertifikasi masih layak diragukan profesionalitasnya karena meposisikan guru pada convert zone
tentu secara tidak langsung akan memenjarakan kreativitasnya. Perlu
adanya uji kompetensi guru (UKG) berkelanjutan agar guru selalu
termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
Mengahadapi kurikulum 2013, guru dihadapkan pada
beban yang berat. Jika ada yang berpandangan beban guru akan menjadi
lebih ringan karena silabus telah dibuatkan pemerintah. Maka pandangan
seperti ini terlalu pragmatis dan membuktikan dirinya tidak sadar
sebagai guru. Terlepas dari kewajiban guru untuk membuat perangkat
pembelajaran. Guru mempunyai tugas yang sangat urjen yaitu untuk
menyampaikan materi pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan. Di dalam
kurikulum 2013 ini ada beberapa mata pelajaran yang include kesemua mata
pelajaran yaitu, TIK, Pengembangan diri dan muatan lokal. Melihat
kondisi guru saat ini di Indonesia, tentu kita akan pesimis jika guru
matematika dituntut untuk megintegrasikan matematika dengan TIK,
pengmbangan diri dan muatan lokal. Jika kita mau mendengar jeritan guru
dari pelosok negeri akan lebih menyesakkan dada. Banyak sekolah yang
belum mempunyai laboratorium komputer dan gurunya pun sama sekali gagap
teknologi. Mungkin hanya sekedar untuk menghidupkan dan mematikan
komputer belum bisa. Bagaimana mereka akan mengajarkan TIK?. Masihkah
kita menganggap beban guru menjadi lebih ringan dengan kurikulum 2013.
Bagaimana pula dengan guru mata pelajaran yang tidak menguasai muatan
lokal?, misal bahasa jawa. Bahasa jawa merupakan bahasa yang sangat kaya
dan indah. Bahasa jawa bisa dibilang bahasa yang paling sulit untuk
dipelajari dibandingkan dengan bahasa asing. Bukan hal yang mudah bagi
guru matematika untuk mengajarkan bahasa jawa atau muatan lokal lain
yang dimasukkan. Bagaimana jika guru (misal guru matematika) tidak mampu
mengintegrasikan mata pelajaran matematika dengan bahawa jawa. Maka
dampak yang kita dapat adalah kita kehilangan generasi yang mengenal
bahasa jawa muatan lokal lainnya. Peran guru sangat menentukan terhadpa
leberhasilan kurikulum 2013 ini. Inilah beban berat bagi guru menghadapi
kurikulum 2013 awal ajaran baru mendatang.
Melihat kondisi yang ada pada guru di Indonesia
saat ini, mestinya menteri pendidikan jangan terburu-buru untuk
menerapkan kurikulum 2013. Bagaimanapun juga keberhasilan bergantung
pada seberapa besar kemampuan guru untuk mengintegrasikan tiap mata
pelajaran. Langkah bijak yang mesti dilaksanakan adalah memperbaiki
kinerja guru dan menyejahterkan kehidupan mereka terlebih dahulu. Selain
itu, fasilitas pendidikan juga harus diratakan sampai ke pelosok
negeri. Jika menginginkan tiap satuan pendidikan mengajarkan TIK, maka
harus dipastikan semua satuan pendidikan memiliki laboratorium komputer
yang memadai. Jika menginginkan tiap guru dapat mengintegrasikan dengan
mata pelajaran TIK, maka pastikan semua guru mampu menguasai teknologi
komputer terlebih dahulu. Apabila kurikulum 2013 diterapkan awal ajaran
baru atau bulan juli mendatang, maka enam bulan ini tidak akan cukup
untuk meningkatkan kompetensi guru. Mengingat masih setengah dari jumlah
guru yang belum disertifikasi. Dengan begitu, maka kurikulum 2013 hanya
akan menjadi dokumen usang belaka ditahun mendatang tanpa memberikan
dampak kemajuan yang berarti bagi pendidikan di Indonesia.
Andhji F/ kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar